Kuda bagi masyarakat Jawa sering disebut 'Jaran' merupakan
lambang kekuatan, kejantanan dan ketangguhan. Terbukti, keberadaan
kuda ini pada jaman kerajaan di Jawa dahulu digunakan sebagai
tunggangan para raja, patih dan prajurit untuk berperang.
Selain itu, kuda juga dijadikan sebagai alat transportasi penarik
gerobak maupun bendi. Kuda juga digunakan untuk menarik
kereta yang berisi barang maupun harta benda
para raja dalam jumlah yang sangat besar.
Namun, seiring dengan jalanya waktu, kuda digantikan
dengan dengan beberapa alat transportasi modern saat ini
sehingga fungsi kuda bergeser. Awalnya diambil tenaga dan
kekuatannya namun kini kuda diambil dagingnya sebagai makanan
khas penambah kekuatan stamina dan vitalitas tubuh.
Selain mempunyai serat yang besar, daging kuda juga
dikenal memiliki kandungan kolesterol yang sangat rendah.
Di Yogya, Magelang, Semarang dan sekitarnya daging kuda ini
diramu dan diolah menjadi beberapa jenis hidangan ekstrem
yang berguna bagi kekuatan dan vitalitas tubuh.
Selain jenis makanan lain seperti daging
ular kobra, kelelawar, tupai dan sejenisnya.
Kuda sendiri di beberapa kota di Jateng dan DIY ini
kerap kali dijadikan sate. Sate kambing, sate sapi dan
sate ayam mungkin sudah biasa terdengar di telinga masyarakat.
Namun, bila mendengar kalimat sate kuda, maka yang terlintas
dalam benak kita adalah sebuah kekuatan luar biasa.
Berdasarkan perspektif empiris atau pengalaman masyarakat,
daging kuda dapat menyembuhkan sakit lesu, pegal-pegal, linu-linu
di pinggang dan persendian atau yang sering disebut rematik.
Selain itu, daging kuda dapat juga dipercaya
menyembuhkan sakit napas berupa asma
dan flek di paru-paru, sakit gatal-gatal eksim kering
maupun basah, sakit ayan atau epilepsi dan lainya.
Seperti pengalaman yang dijalani oleh Subari (50), warga Bogeman Wetan, Kecamatan
Magelang Selatan, Kota Magelang, Jateng. Subari merupakan penderita penyakit
kencing manis dengan kadar gula yang sangat tinggi yaitu sebesar 580.
Sehingga setiap hari badannya loyo dan haus terus-menerus sehingga banyak minum.
Yang membuat dia lebih takut lagi, kedua matanya
menjadi kabur dan alat kelaminnya tak bisa ereksi.
"Sudah saya coba dengan cara memutar film biru, ternyata ngulet saja
tidak mau, apalagi sampai bangun," akunya polos .
Saat kebingungan mencari obat, Subari kemudian diberitahu temannya
bahwa daging kuda bisa menurunkan kadar gula.
Sejak dua tahun lalu dia pun menjadi pelanggan setia sate jaran
di Jalan Daha, Kota Magelang, Jateng. Jika di Magelang yang lebih
dekat dengan rumahnya tutup, diapun rela untuk meluncur ke kawasan
Kranggan ataupun di Warung Sate Kuda
Gondolayu di Jl Jedral Sudirman Kota Yogyakarta.
Awalnya, setiap minggu dua kali dia selalu secara rutin makan sate kuda.
Setelah berjalan satu tahun, Subari memeriksakan kadar gulanya ke laboratorium.
Ternyata tidak hanya isapan jempol dan terbukti, kadar gulanya mengalami penurunan.
Saat ini, dia hanya mengkonsumsi sate kuda itu dengan durasi seminggu sekali.
"Kadar gula saya sekarang ini hanya sebesar 200," tuturnya.
Baginya yang paling membahagiakan, selain penglihatannya normal kembali,
kewajibannya sebagai seorang suami untuk memberikan nafkah lahir batin juga
bisa dilaksanakannya dengan baik. "Punya saya tidak hanya hanya bangun kembali.
Namun, bisa menjadi lebih keras serta badan tidak letoy lagi," ucapnya sambil tersenyum.
Banyak khasiat dan manfaat yang dapat diperoleh dari daging atau sate kuda.
Hal terpenting untuk menjaga kesehatan dan stamina tubuh kita mesti baik-baik
dalam berolah raga serta menjaga pola makan yang sehat.
Satrio Prakoso pemilik warung di Kawasan Kranggan, kota Yogyakarta ini
menyediakan sajian kuliner berbahan daging kuda. Selain sate, ada juga yang
berupa dalam bentuk tongseng serta abon dari bahan dasar daging kuda.
Satenya kuda di warung ini diolah istimewa. Daging yang digunakan adalah
daging khas dalam pilihan, sebelum ditusukan ke lidi daging direndam
dengan bumbu selama tiga jam baru dibakar. Tak heran jika cita rasa
rempah-rempahnya meresap hingga ke serat daging dan nikmat dirasakan.
"Rumah Sakit Dr Sardjito dan mahasiswa UGM pernah meneliti
daging kuda yang kami gunakan. Penelitian menunjukkan bahwa ternyata daging kuda
kaya akan oksigen dan rendah kolesterol.
Maka dari itu, tongseng kami tidak menggunakan santan, untuk
menekan kadar kolesterol itu," jelas Satrio.
Daging kuda, menurut Satrio rasanya hampir sama dengan daging sapi.
Untuk sate dan tongseng, Satrio memasang tarif atau harga Rp 20 ribu
per porsi, sedangkan abon dijual Rp 24 ribu per 1 ons.
Warung Makan Andari yang berada di jalan Srandakan, Pandak, Bantul, Yogyakarta.
Selain di tempat ini, sate kuda juga dapat ditemukan di daerah Gondolayu, tepatnya
di Jalan Jenderal Sudirman No 25 Yogyakarta, dan
di jalan Imogiri Timur, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Kecamatan Pleret yang dikenal sebagai pemasok bahan baku
daging kuda untuk kawasan DIY dan sekitarnya.
Info Kesehatan, Kecantikan, Bisnis, Sosial, Politik, Technologi, Sains, pengetahuan, Internet, Islami dan Budaya
.:: DISCLAIMER ::.
Artikel, gambar ataupun video yang ada di website ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain, dan Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber lain tersebut.
Jika Anda keberatan, apabila ada artikel, gambar ataupun video yang merupakan Hak Cipta Anda ataupun tidak berkenan untuk kami tampilkan kembali di website ini, segera beritahukan kepada kami melalui form di bawah ini dapat
Segera di Hapus dari Blog kami .
Silahkan Isi Komplain melalui form di bawah ini .